TEKNOLOGI ASAP CAIR DAN APLIKASINYA PADA PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
Teknologi pengasapan telah digunakan secara luas dalam bidang pengolahqn pangan dan hasil pertanin. pada pangan, teknologi pengasapan digunakan sebagai upaya pengeringan sekaligus sebagai penghasil aroma dan rasa pangan seperti : daging asap, ikan asap, sale pisang, manguit lele, produk bakaran seperti sate, ikan bakar dan lain sebagainya. Saat ini konsumen produk berasa dan beraroma asap semakin meningkat seperti meningkatnya produk bakaran atau barbeque sampai ke produk jadah bakar, nasi bakar, dan lain sebagainya. Dibidang hasil pertanian, pengasapan digunakan juga untuk proses pengeringan sekaligus pengawetan seperti bawang merah, jagung dan lain-lain dengan cara menempatkan atau menyimpan di para - para diatas tungku dapur dengan bahan bakar kayu. Dibidang perkebunan, teknologi pengasapan digunakan secara tradisionql yaitu pada pengolahan karet sheet, pengolahan kopra dan pengomprongan tembakau. Pengasapan dengan tujuan utama untuk pengurangan kadar air ini juga berefek positif terhadap keawetan produk yang diasapi, bahkan kayu yang berada diatas dapur tungku akan lebih awet dibanding kayu dibagian bangunan lain yang tidaj terkena asap. Proses pengawetan ini terjadi karena adanya senyawa - senyawa phenol, karbonil dan asam serta komponen lain yang jumlahnya ratusan yang merupakan antimikroba, antiokwsidan dan disinfektan.
Pengertian Asap dan Pengasapan
Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara, yanag dihasilkan dari proses distilasi kering atau pirolisa biomasa seperti kayu, kulit kayu, tempurung, sabut, bambu daun dan lain-lain. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap, diawali dari tahap pertama penghilangqn air biomasa pada suhu 120℃-150℃, diikuti tahap kedua proses pirolisa hemiselulosa pada suhu 150℃ - 200℃, kemudian tahap ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250℃ - 300℃, dilanjutkan tahap ke empat proses pirolisa lignin pada suhu 400℃. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa akan menghasilkan senyawa - senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu >500℃.
Hemiselulosa tersusun dari pentosan ( C₅H₈O₄ ) dan Heksosan ( C₆H₁₀O₅)n. Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan dan derivatnya bersama sama dengan rantai panjang asam karboksilat sedangkan pirolkisa heksosan bersama sama dengan selulosa membentuk asam asetat dan homolognya.
Selulosa merupakan rantai panjang lurus dari molekul gula atau polisakarida yang tersusun dari unit glukosa sebqgai polimer selulosa. Pirolisa selulosa tahap pertama menghasilkan glukosa dan reaksi kedua adaklah pembentukan asam asetat dan homolognya, bersama sama dengan air dan kadang kadang bersama samalignin membentuk furan dan fenol.
Lignin terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit unit fenilpropana. Pirolisa lignin cukup penting karena menghasilkan flavor yang dihasilkan oleh adanya senyawa senyawa derivat yang termasuk fenol dan ester fenolik seperti guaikol dan siringol bersama sama dengan homolog dan derivatnya.
Dari hasil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut didapatkan lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa tersebut terdapat 48 jenis asam, 21 jenis alkohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis keton dan 71 jenis penol.
Asap Sebagai Pemberi Flavor
Senyawa asap memberikan flavor asap (smoky) khas yang tidak dapat digantikan dengan cara lain. Fenol merupakan senyawa yang palaing bertanggung jawab pada pembentukan aroma spesifik yang diinginkan pada produk asapan, terutama fenol dengan titik didih medium seperti guaikol, cugenol dan siringol. Fenol dalam hubungannya dengan sifat sensoris mempunyai bau pungent kresolik, manis, smoky,dan seperti terbakar. Meskipun senyawa fenol memegang peranan penting dalam flavor tersebut, namun diperlukan senyawa lain seperti karbonil, lakton dan furan agar flavor karakteristik asap dapat muncul. Ada senyawa minor yang memegang peranan penting juga dalam asap yaitu karbonil dan lakton titik didih tinggi, meliputi homolog1,2-siklopentadion dan 2-butanoic yang mempunyai bau karamel. Furfural dan asetofenon memunculkan aroma sugary dan flowery yang menyenangkan dan membantu mengurangi flavor dari senyawa fenol.
Asap Sebagai Pembentuk Warna
Opini umum pembentukan warna pada pengasapan adadlah bahwa warna dihasilkan langsung oleh tar yang terdeposit pada permukaan makanan selama proses pengasapan. Namun deposit tar pada permukaan ini seperti pada selongsong sosis terbuat dari selulosa tidak menghasilkan warna dengan intensitas yang sama dengan yang terdapat pada permukaan bahan makanan berprotein.Hal ini membawa pada dugaan bahwa ada reaksiu kimia antara komponen yang terdapat pada asap dan protein dalam makanan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa reaksi karbonil-amino penting dalam pembentukan warna.
Pewarnaan khas produk asapan berasal dari interaksi antara konstituen karbonil asap dengan gugus amino protein produk menghasilkan warna produk ke kuning keemasan sampai coklat gelap. Pewarnaan ini berkaitan erat dengan parameter teknologi yang digunakan selama pengasapan. Pada pengasapan menggunakan asap cair, warna produk asapan dapat dioptimalkan dengan mengubah komposisinya. Metil glioksal dan glioksal merupakan senyawa karbonil dalam destilat asap tempurung kelapa yang penting dalam pembentukan warna coklat.
Asap Sebagai Pengawet
Potensi asap dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam destilat asap cair adalah senyawa fenol dan asam. Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase lag secara proporsional di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi fenol yang tinggi. Fraksi fenol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri adalah fenol dengan titik didih rendah.
Asam lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri dari pada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambatan yang lebih besar daripada masing - masing senyawa. Selain senyawa fenol masih ada senyawa lain yang berperan menghambat pertumbuhan bakteri yaitu urotropin sebagai derivat dari piridin dan senyawa pirolignin.
Komponen antioksidatif asap adalah senyawa fenol yang bertindak sebagai donor hidrogen dan biasanya efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat reaksi oksidasi. Sifat antioksidatif asap disebabkan oleh fenol titik didih tinggi terutama 2,6 dimetoksifenol, 2-6 dimetok-4-metilfenol dan 2-6-dimetoksi-4-etilfenol. Fenol bertitik didih rendah menunjukkan sifat antioksidatif yang lemah. derivat senyawa fenol dalam asap cair yang juga bersifat antioksidatif adalah pirokatekol, hidroquinon, guaikol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisildehid, asam 2-hidroksibenzoat dan asam 4-hidroksibenzoat.
Keamanan Produk Asap
Pirolisa lanjut bahan biomasa yang terjadi pada suhu tinggi akan mengakibatkan terbentuknya senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa polyciclic aromatic hydrocarbon (PAH). Senyawa PAH merupakan salah satu golongan polutan karena sifatnya yang karsinogenik, mutagenik dan sitigenik. Dari 100 lebih senyawa PAH yang telah diketahui, hanya 16 jenis senyawa yang dinyatakan sebagai polutan utama. Salah satu dari 16 jenis ini, benzo(a)pyrene dilaporkan sebagai senyawa PAH dengan efek karsinogenik yang paling berbahaya sehingga benzo(a)pyrene dijadikan indikator adanya PAH dan digunakan sebagai indeks kuantitatif adanya senyawa karsinogen dalam pangan.
Benzo(a)pyrene, C₂₀H₁₂, adalah lima cincin PAH yang bersifat mutagen, sangat karsinogen, berbentuk padatan kristal kuning yang merupakan senyawa hasil pembakaran tidak sempurna pada suhu antara 350℃ dan 600℃.
Keamanan produk asapan sangat bervariasi tergantung pada metoda serta tujuan pengasapan. Pengasapan yang bertujuan untuk pengawetan perl;u dicermati karena memerlukan intensitas pengasapan yang cukup lama agar senyawa pengawet dalam asap terdifusi cukup ke dalam produk asapan, namun deposit senyawa karsinogen dan toksik juga akan tinggi, serta aroma dan rasa asap yang sangat kuat. Pengasapan yang bertujuan menghasilkan cita rasa asap pada produk, relatif sedikit terpapar oleh senyawa toksik dan karsinogen karena intensitas pengasapan yang lebih ringan.
Tingkat pencemaran senyawa karsinogen juga tergantung pada kayu yang digunakan sebagai bahan asap. Produk asapan yang diasap menggunakan kayu apel akan terpapar PAH dengan konsentrasi yang rendah sedangkan produk asapan yang diasap dengan kayu cemara akan terkontaminasi PAH dalam bentuk benzo(a)pyrene pada konsentrasi yang tinggi sampai 35.07 𝞵g/kg, demikian juga kayu yang bergetah, pada proses pembakaran akan menghasilkan asap dengan cemaran benzo(a)pyrene yang tinggi. Untuk produk-produk asapan yang diasap secara tradisional, juga produk produk yang kontak langsung dengan nyala api pada suhu yang tinggi menunjukkan tingkat cemaran benzo(a)pyrene yang tinggi seperti ayam, ikan bakar serta sate bakar.
Teknologi Pembuatan Asap Cair
Dengan semakin merebaknya isu keamanan pangan dan lingkungan yang berhubungan dengan proses pengasapan pangan dan hasil pertanian, maka profesor Tranggono (alm) dkk menginisiasi sebuah inovasi pemanfaatan limbah tempurung kelapa yang demikian melimpah untuk perbaikan proses pengasapan tradisional, dilain pihak sebagai upaya memperbaiki proses pengasapan yang tidak ramah lingkungan. Inovasi tersebut berupa pemikiran bagaimana mengubah uap asap berwarna hitam yang tidak dapat dikendalikan serta membahayakan kesehatan tersebut menjadi produk kondensat cair yang lebih dapat dikendalikan untuk proses pengasapan, pengawetan dan pengolahan produk pangan dan hasil pertanian. Berbasis pada pembuatan arang aktif dengan cara pirolisa yang dilakukan FMIPA Kimia UGM maka teknologi proses distilasi kering atau pirolisa dan kondensasi merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mengubah asap jadi produk cair, maka dirancanglah sebuah reaktor pirolisa sederhana untuk produksi asap cair dan selanjutnya dikembangkanlah alat produksi asap cair skala lebih besar yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan waktu serta digunakan untuk identifikasi asap cair dari berbagai macam kayu. dengan reaktor ini tempurung kelapa dan berbagai macam kayu diubah menjadi asap cair dan bahan sisa berupa arang dan tar. Adapun komponen utama penyusun asap cair adalah asam, fenol dan karbonil.
Inovasi Aplikasi Teknologi Asap Cair Dalam Bidang Pangan
Dalam pengembangan propduk dan proses pengawetan pangan penggunaan teknologi asap cair terus dilakukan dalam rangka menghasilkan produk yang mempunyai cita rasa asap, awet serta aman untuk dikonsumsi. Untuk itu teknologi proses pemurnian asap cair telah dikembangkan. Salah satu pengembangan proses pemurnian yaitu dilakukan proses pemisahan tar yang dilakukan dengan proses pengendapan maupun sentrifugasi. Proses pengendapan sangat efektif karena dapat mengendapkan tar sampai 90% dalam waktu 6 jam. Namun demikian didalam asap cair terdapat senyawa tar yang mempunyai berat jenis yang mendekati berat jenis air bahkan lebih rendah dari air. Proses pemurnian selanjutnya dilakuklan dengan proses redistilasi. Proses redistilasi ini dimaksudkan untuk memisahkan sisa tar sekaligus untuk mengeliminir senyawa benzo(a)pyrene yang mempunyai titik didih sekitar 350℃. Untuk mencapai trujuan redistilasi maka didapatkan kondisi optimum proses redistilasi satu tingkat pada suhu 125℃. Pada kondisi ini asap cair yang didapat berwarna putih kekuningan, jernih dan tidak terlihat adanya senyawa tar. Senyawa benzo(a)pyrene pada redistilasi asap cair ini ternyata masih tinggi yaitu sekitar 0.196 ppm atau 196 ppb jauh dari yang dipersyaratkan FOA/WHO sebesar 10 ppb pada asap cair dan 1 ppb pada produk pangan. Apabila redistilasi ini dilakukan kembali terhadap redistilat asap cair pada suhu yang sama maka akan terjadi penurunan kadar benzo(a)pyrene namun tidk signifikan. Untuk menentukan konsentrasi asap cair yang aman untuk perendaman ikan maka dilakukanlah aplikasi dan simulasi perendaman ikan dalam asap cair pada berbagai konsentrasi dan lama perendaman terhadap kadar benzo(a)pyrene berdasar pada model difusi asap cair dalam ikan tongkol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada perendaman ikan dengan asap cair konsentrasi 16% selama 15 menit perendaman, makqa kadar benzo(a)pyrene yang terdifusi dalam ikan sebesar 1 ppb. Sehingga dapat direkomendasikan konsentrasi redistilat asap cair yang diperkenankan untuk proses perendaman ikan adalah konsentrasi maksimum 16% dan waktu perendaman maksimum 15 menit.
Untuk melihat efek pengawetan redistilat asap cair pada produk pangan telah dilakukan berbagai uji anti mikrobia dan antioksidan, yang menunjukkan pada konsentrasi 1% asap cair dapat menghabat pertumbuhan bakteri pembusuk, patogen dan bakteri pembentuk histamin, pertumbuhan jamur serta menghambat proses oksidasi. Asap cair juga dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes serta meningkatkan daya awet dan cita rasa produk fillet ikan.
Inovasi Pembuatan Tepung Asap
Untuk mempermudah penanganan dan aplikasi redistilat asap cair, telah dikembangkan inovasi teknologi pembuatan tepung asap menggunakan maltodekstrin sebagai media pembawanya. Dengan berbagai perbandingan redistilat asap cair dan maltodekstrin serta kombinasi metode pengeringan menggunakan kabinet, spray maupun freeze drier akan diperoleh tepungf asap cair yang siap untuk dipergunakan sebagai bahan pengawet maupun pemberi flavor produk asap. Tepung asap cair dapat dihasilkan dengan perbandingan perbandingan 3 bagian redistilat asap cair dan 1 bagian maltodekstrin. Dengan berbasis pada tepung asap ini dikembangkanlah produk bumbu-bumbu siap saji seperti bumbu mangut, saus barbeque serta table smoke siap pakai.
Di Bidang Perkebunan
Inovasi Pembuatan Permen Berflavor Asap Rokok
Melihat arti pentingnya rokok, efek yang serius bagi perokok serta efek serius terhadap orang lain dan lingkungannya, maka telah dikembangkan penelitian berbasis teknologi asap cair yaitu optimasi produksi permen rokok dengan asap cair rokok sebagai saos permen dan juga menggunakan asap cair tembakau dicampur dengan saus rokok sebagai saus permen. Asap cair rokok ataupun tembakau yang dihasilkan, dimurnikan untuk mengeliminasi senyawa toksik tar dan senyawa karsinogen benzopyrene. Permen bercita rasa asap rokok dapat digunakan sebagai pengganti rokok yang aman serta ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap yang mencemari orang lain.
bagi perokok, permen rokok ini dapat membantu para perokok untuk mengendalikan diri tidak merokok ditempat umum dengan hanya menghisap permen rokok. Permen rokok juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi ketergantungan merokok serta membantu usaha berhenti merokok. Permen rokok juga mengurngi resiko keamanan bagi perokok dan jaminan keamanan terhadap asap rokok bagi orang disekitar dan bagi lingkungan.
Inovasi Teknologi Asap Cair sebagai Koagulan Lateks Sheet Maupun Lateks Beku
Dalam menanggapi Kebijqakan Zero Waste di industri Perkebunan sesuai dengan ISO 14000, khususnya di perkebunanan karet, telah dilakukan inovasi penelitian pemanfaatan limbah kayu karet tua hasil peremajaan kebun untuk bahan baku pembuatan asap cair serta memqanfaatkan asap cair tersebut sebagai pengganti pengasapan karet sheet tradisional sekaligus untuk meningkatkan kualitas produk karet. Penelitian ini diawali dengan optimasi proses produksi asap cair dari kaytu karet dengan menggunakan Response Surface Methodology, evaluasi anti bakteri dan anti jamur karet, evaluasi sebagai koagulan lateks dan karakteristik karet sheet yang dihasilkan. Hasil uji asap cair kayu karet terhadsap pertumbuhan jamur pada karet, dilaporkan bahwa pada konsentrasi asap 2% dapat menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan bakteri yang diisolasi pada karet sheet, ruang sortasi, ruang penyimpanan dan bidang sadap. Penggunaan asap cair kayu karet untuk proses pembekuan lateks pada industri perkebunan karet sheet didapatkan dengan penggunaan optimum pada konsentrasi 4.45%, jumlah 120.12 ml dan waktu koagulasi 4.12 jam. Pada kondisi optimum tersebut karet sheet yang dihasilkan mempunyai elongasi, kekerasan dan plastisitas (PRI) yang baik. Secara fisik karet sheet ini setara dengan kualitas karet sheet RSS I. Karet sheet yang dihasilkan berwarna coklat keemasan pada produk yang diakibatkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa karbonil pada asap cair terhadap protein lateks dan karet.
Penelitian tersebut jugadilakukan dengan menggunakan asap cair kayu karet dan cangkan sawit sebagai koagulan dan pengawet lateks beku rakyat (Bokar). Hasil pengamatan dari aspek teknis asaap cair mampu sebagai koagulan dan pengawet koagulum lateks dilihat dari pengamatan sifat fisik koagulum lateks seperti warnq, bau, tekstur permukaan, jamur dan lain sebagainya. Pengamatan terhadap vulkanisat karet yang dihasilkan memberikan hasil yang sangat baik pada parameter kekerasan, PRI, tegangan putus dan perpanjangan putus, sekaligus asap cair ini dapat mengurangi bauk busuk bokar yang sangat mengganggu lingkungan.
Dalam keterpaduan industri perkebunan karet, asap cair kayu karet tua ternyata juga dapat berfungsi sebagai anti janur pada kayu karet serta dapat juga sebagai anti rayap. Dengan metode perendaman kayu karet dalam asap cair, dihasilkan olahan kayu karet yang awet dengan warna yang kuning keemasan sampai coklat sehingga kualitasnya lebih baik. Arang hasil samping produksi asap cair juga mempunyai potensi yang sangat besar untuk arang aktif dan aplikasinya untuk pemurnian asap cair dan sebagai filler yang baik kompon karet yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pembuatan sol sepatu dan ban.
Inovasi Teknologi Asap Cair pada Pembuatan Perekat Phenol
Kebutuhan fenol dan turunannya di Indonesia cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Data BPS tahun 2008 menunjukkan bahwa selama tahun 2007 impor terhadap fenol dan turunannya mencapai 372 ton. Salah satu penggunaan fenol tersebut adalah sebagai perekat melalui proses polimerisasi antara formaldehida dan senyawa fenolik.
Penggunaan asap cair dalam proses polimerisasi sangat dimungkinkan karena selain mengandung fenol, asap cair terdiri pula dari bermacam-macam senyawa yang dapat terpolimerisasi. Berdasarkan hipotesa ini telah dikembangkan pembuatan perekat phenol dari berbagai asap cair seperti asap cair kulit kayu jati, serbuk gergaji kayu glugu, sampah daun, serta sekam padi. Asap cair tersebut dapat mensubtitusi fenol dalam pembuatan perekat fenol formaldehida dengan kondisi terbaik pada konsentrasi 50%, pH 9 dan nisbah fenol formaldehida 1.75 : 1 dengan kekuatan rekat 101.5 Kg/cm², kadar padatan 46.66%, pH 8.71, berat jenis 1.19 g/cm³, viskositas 0.8 poise dan waktu gelatinasi 35 menit. Kondisi ini menyamai dengan kualitas perekat penol yang ada di pasaran.
Teknologi Asap Cair dalam Bidang Energi
Asap cair atau bio-oil yang dihasilkan dari proses pirolisa cepat mengandung energi sebesar separuh energi minyak diesel dan dapat dikembangkan menjadi bahan bakar untuk transportasi dengan proses catalytic hidrotretment atau catalytic cracking. Bio-oil ini juga dapat digunakan sebagai fuel enhancher untuk memperpanjang masa bakar ethanol. Berbagai penelitian aplikasi asap cair sebagai fuel enhancher telah dilakukan di laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Asap cair tempurung kelapa, mewakili kayu keras, memiliki kekuatan fuel enhancher sebesar 80,25% dan asap cair kayu randu, mewakili kayu lunak, memiliki kekuatan fuel enhancher sebesar 31,07%. Saat ini sedang dilakukan penelitian catalytic cracking dari asap cair tempurung kelapa hasil pirolisa lambat maupun cepat serta dari tar hasil samping proses pirolisa. sejalan dengan penelitian ini Departemen Energi Amerika juga telah dan sedang dikembangkan energi bio-oil berbasis pirolisis. Proyek penelitian yang saat ini telah dan sedang dikembangkan adalah Produksi bio-oil dari switchgrass yang dipanen pada berbagai tingkat kemasakan, Produksi bio-oil switchgrass dengan metoda fluidized bed pyrolysis, Karakterisasi konversi termal dari arang hasil pirolisa switchgrass, Komposisi bio-oil hasil fast pirolisa, Produksi bio-oil dari batang alfafa dengan fluidized bed pirolisa, dan yang sedang dilakukan saat ini adalah feasibility study untuk produksi bio-oil skala industri.
Seiring dengan kesadaran akan energi yang ramah lingkungan dengan emisi asap rendah, di negara maju, kebutuhn arang yang ramah lingkungan atau White charcoal sebagai bahan bakar untuk perapian, pemanggangan sampai pembangkit listrik mulai diatur dengan regulasi mengeni ambang batas emisi bahan bakar. White charcoal adalah arang yang keras, terbakar lebih lama, berkalori tinggi, tidak berasap dan tidak berbau, tidak meninggalkan jelaga ditangan maupun pada tungku. arang ini secara tradisionil dibuat dalam kiln pembuat arang pada suhu yang tinggi (1000 ℃) dalam waktu kurang lebih 30 hari namun keberhasilannya masih rendah.
Menggunakan inovasi teknologi pirolisa, dengan mengatur rasio udara dan bahan baku wserta wsuhu dan waktu pirolisa maka dalam waktu 24 jam akan didapatkan asap cair sekaligus White charcoal yang mempunytai sifat-sifat sesuai dengan white charcoal di pasaran. sehingga dengan teknologi ini dapat mengurangi waktu produksi white charcoal sangat signifikan.
Teknologi Asap Cair di Masa Depan
Biopreservatif asap cair yang aman sebagai alternatif pengganti pengawet kimia, perlu dikembangkan dengan penuh kehati-hatian. Tingkat keamanan dan toksisitas pada dosis tertentu telah ditetapkan aman, namun masih perlu terus dikaji dan dipantau pada berbagai faktor.
Faktor pertama adalah bahan reaktor, pipa serta patri untuk pirolisator harus betul-betul bahan yang aman untuk pangan yang tidak menimbulkan cemaran pada suhu tinggi dan suasana asam.
Faktor kedua adalah jenis bahan baku perlu dicermati, bahan baku kayu tertentu akan menghasilkan asap cair yang sangat toksik dan karsinogen.
Faktor ketiga, suhu dan waktu pirolisa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya senyawa polimerisasi lanjut yang toksik dan karsinogen.
Faktor keempat, proses pemurnian baik proses pengendapan, sentrifugsi, redistilas dsan proses adsorbsi perlu dilakukan dengan seksama untuk menghasilkan asap cair yang tanpa atau rendah benzo(a)pyrene.
Faktor kelima, dosis pemakaian baik sebagai pengawet dan pemberi flavor perlu dicermati. Konsentrasi dan lama waktu perendaman perlu ditentukan sehingga kandungan senyawa toksik dan benzopyrene pada produk awetan dan produk bercitarasa asap harus tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Limbah biomasa hasil pertqanian dan perkebunan telah banyak diteliti penanganan dan pemanfaatannya. Limbah biomasa yang sampai saat perlu penanganan yang lebih serius adalah sampah kota. Sampah kota ini merupakan problem regional di daerah tingkat satu maupun tingkat dua yang sangat serius dikarenakan jumlahnya perhari yang sangat besar dan potensinya sebagai pencemar lingkungan yang cukup berat. Jumlah sampah perhari pada setiap pembuangan sampah akhir (TPA) sangat bervariasi tergantung pada luas daerahnya. Sebagai contoh volume sampqah di TPA Gresik, Yogyakarta dan Jakarta berturut-turut 576, 1.700 dan 10.200 m³ perhari. Adapun sampah tersebut berasal dari rumah tangga sebesar 73%, hotel 14%, pasar 5% dan 8% berasal dari pusat perbelanjaan, stasiun, terminal, rumah sakit, rumah makan, kantor dan lain sebagainya. Berdasarkan komposisi makro sampah kota terdiri dari : biomasa 58.3%, kertas 9.7%, plastik 22.9%, bahan tak terbakar 4.8% dan lainnya 4.7%.
Dalam menanggapi Kebijqakan Zero Waste di industri Perkebunan sesuai dengan ISO 14000, khususnya di perkebunanan karet, telah dilakukan inovasi penelitian pemanfaatan limbah kayu karet tua hasil peremajaan kebun untuk bahan baku pembuatan asap cair serta memqanfaatkan asap cair tersebut sebagai pengganti pengasapan karet sheet tradisional sekaligus untuk meningkatkan kualitas produk karet. Penelitian ini diawali dengan optimasi proses produksi asap cair dari kaytu karet dengan menggunakan Response Surface Methodology, evaluasi anti bakteri dan anti jamur karet, evaluasi sebagai koagulan lateks dan karakteristik karet sheet yang dihasilkan. Hasil uji asap cair kayu karet terhadsap pertumbuhan jamur pada karet, dilaporkan bahwa pada konsentrasi asap 2% dapat menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan bakteri yang diisolasi pada karet sheet, ruang sortasi, ruang penyimpanan dan bidang sadap. Penggunaan asap cair kayu karet untuk proses pembekuan lateks pada industri perkebunan karet sheet didapatkan dengan penggunaan optimum pada konsentrasi 4.45%, jumlah 120.12 ml dan waktu koagulasi 4.12 jam. Pada kondisi optimum tersebut karet sheet yang dihasilkan mempunyai elongasi, kekerasan dan plastisitas (PRI) yang baik. Secara fisik karet sheet ini setara dengan kualitas karet sheet RSS I. Karet sheet yang dihasilkan berwarna coklat keemasan pada produk yang diakibatkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa karbonil pada asap cair terhadap protein lateks dan karet.
Penelitian tersebut jugadilakukan dengan menggunakan asap cair kayu karet dan cangkan sawit sebagai koagulan dan pengawet lateks beku rakyat (Bokar). Hasil pengamatan dari aspek teknis asaap cair mampu sebagai koagulan dan pengawet koagulum lateks dilihat dari pengamatan sifat fisik koagulum lateks seperti warnq, bau, tekstur permukaan, jamur dan lain sebagainya. Pengamatan terhadap vulkanisat karet yang dihasilkan memberikan hasil yang sangat baik pada parameter kekerasan, PRI, tegangan putus dan perpanjangan putus, sekaligus asap cair ini dapat mengurangi bauk busuk bokar yang sangat mengganggu lingkungan.
Dalam keterpaduan industri perkebunan karet, asap cair kayu karet tua ternyata juga dapat berfungsi sebagai anti janur pada kayu karet serta dapat juga sebagai anti rayap. Dengan metode perendaman kayu karet dalam asap cair, dihasilkan olahan kayu karet yang awet dengan warna yang kuning keemasan sampai coklat sehingga kualitasnya lebih baik. Arang hasil samping produksi asap cair juga mempunyai potensi yang sangat besar untuk arang aktif dan aplikasinya untuk pemurnian asap cair dan sebagai filler yang baik kompon karet yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pembuatan sol sepatu dan ban.
Inovasi Teknologi Asap Cair pada Pembuatan Perekat Phenol
Kebutuhan fenol dan turunannya di Indonesia cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Data BPS tahun 2008 menunjukkan bahwa selama tahun 2007 impor terhadap fenol dan turunannya mencapai 372 ton. Salah satu penggunaan fenol tersebut adalah sebagai perekat melalui proses polimerisasi antara formaldehida dan senyawa fenolik.
Penggunaan asap cair dalam proses polimerisasi sangat dimungkinkan karena selain mengandung fenol, asap cair terdiri pula dari bermacam-macam senyawa yang dapat terpolimerisasi. Berdasarkan hipotesa ini telah dikembangkan pembuatan perekat phenol dari berbagai asap cair seperti asap cair kulit kayu jati, serbuk gergaji kayu glugu, sampah daun, serta sekam padi. Asap cair tersebut dapat mensubtitusi fenol dalam pembuatan perekat fenol formaldehida dengan kondisi terbaik pada konsentrasi 50%, pH 9 dan nisbah fenol formaldehida 1.75 : 1 dengan kekuatan rekat 101.5 Kg/cm², kadar padatan 46.66%, pH 8.71, berat jenis 1.19 g/cm³, viskositas 0.8 poise dan waktu gelatinasi 35 menit. Kondisi ini menyamai dengan kualitas perekat penol yang ada di pasaran.
Teknologi Asap Cair dalam Bidang Energi
Asap cair atau bio-oil yang dihasilkan dari proses pirolisa cepat mengandung energi sebesar separuh energi minyak diesel dan dapat dikembangkan menjadi bahan bakar untuk transportasi dengan proses catalytic hidrotretment atau catalytic cracking. Bio-oil ini juga dapat digunakan sebagai fuel enhancher untuk memperpanjang masa bakar ethanol. Berbagai penelitian aplikasi asap cair sebagai fuel enhancher telah dilakukan di laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Asap cair tempurung kelapa, mewakili kayu keras, memiliki kekuatan fuel enhancher sebesar 80,25% dan asap cair kayu randu, mewakili kayu lunak, memiliki kekuatan fuel enhancher sebesar 31,07%. Saat ini sedang dilakukan penelitian catalytic cracking dari asap cair tempurung kelapa hasil pirolisa lambat maupun cepat serta dari tar hasil samping proses pirolisa. sejalan dengan penelitian ini Departemen Energi Amerika juga telah dan sedang dikembangkan energi bio-oil berbasis pirolisis. Proyek penelitian yang saat ini telah dan sedang dikembangkan adalah Produksi bio-oil dari switchgrass yang dipanen pada berbagai tingkat kemasakan, Produksi bio-oil switchgrass dengan metoda fluidized bed pyrolysis, Karakterisasi konversi termal dari arang hasil pirolisa switchgrass, Komposisi bio-oil hasil fast pirolisa, Produksi bio-oil dari batang alfafa dengan fluidized bed pirolisa, dan yang sedang dilakukan saat ini adalah feasibility study untuk produksi bio-oil skala industri.
Seiring dengan kesadaran akan energi yang ramah lingkungan dengan emisi asap rendah, di negara maju, kebutuhn arang yang ramah lingkungan atau White charcoal sebagai bahan bakar untuk perapian, pemanggangan sampai pembangkit listrik mulai diatur dengan regulasi mengeni ambang batas emisi bahan bakar. White charcoal adalah arang yang keras, terbakar lebih lama, berkalori tinggi, tidak berasap dan tidak berbau, tidak meninggalkan jelaga ditangan maupun pada tungku. arang ini secara tradisionil dibuat dalam kiln pembuat arang pada suhu yang tinggi (1000 ℃) dalam waktu kurang lebih 30 hari namun keberhasilannya masih rendah.
Menggunakan inovasi teknologi pirolisa, dengan mengatur rasio udara dan bahan baku wserta wsuhu dan waktu pirolisa maka dalam waktu 24 jam akan didapatkan asap cair sekaligus White charcoal yang mempunytai sifat-sifat sesuai dengan white charcoal di pasaran. sehingga dengan teknologi ini dapat mengurangi waktu produksi white charcoal sangat signifikan.
Teknologi Asap Cair di Masa Depan
- Di Bidang Pangan
Biopreservatif asap cair yang aman sebagai alternatif pengganti pengawet kimia, perlu dikembangkan dengan penuh kehati-hatian. Tingkat keamanan dan toksisitas pada dosis tertentu telah ditetapkan aman, namun masih perlu terus dikaji dan dipantau pada berbagai faktor.
Faktor pertama adalah bahan reaktor, pipa serta patri untuk pirolisator harus betul-betul bahan yang aman untuk pangan yang tidak menimbulkan cemaran pada suhu tinggi dan suasana asam.
Faktor kedua adalah jenis bahan baku perlu dicermati, bahan baku kayu tertentu akan menghasilkan asap cair yang sangat toksik dan karsinogen.
Faktor ketiga, suhu dan waktu pirolisa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya senyawa polimerisasi lanjut yang toksik dan karsinogen.
Faktor keempat, proses pemurnian baik proses pengendapan, sentrifugsi, redistilas dsan proses adsorbsi perlu dilakukan dengan seksama untuk menghasilkan asap cair yang tanpa atau rendah benzo(a)pyrene.
Faktor kelima, dosis pemakaian baik sebagai pengawet dan pemberi flavor perlu dicermati. Konsentrasi dan lama waktu perendaman perlu ditentukan sehingga kandungan senyawa toksik dan benzopyrene pada produk awetan dan produk bercitarasa asap harus tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan.
- Di Bidang Non Pangan
Limbah biomasa hasil pertqanian dan perkebunan telah banyak diteliti penanganan dan pemanfaatannya. Limbah biomasa yang sampai saat perlu penanganan yang lebih serius adalah sampah kota. Sampah kota ini merupakan problem regional di daerah tingkat satu maupun tingkat dua yang sangat serius dikarenakan jumlahnya perhari yang sangat besar dan potensinya sebagai pencemar lingkungan yang cukup berat. Jumlah sampah perhari pada setiap pembuangan sampah akhir (TPA) sangat bervariasi tergantung pada luas daerahnya. Sebagai contoh volume sampqah di TPA Gresik, Yogyakarta dan Jakarta berturut-turut 576, 1.700 dan 10.200 m³ perhari. Adapun sampah tersebut berasal dari rumah tangga sebesar 73%, hotel 14%, pasar 5% dan 8% berasal dari pusat perbelanjaan, stasiun, terminal, rumah sakit, rumah makan, kantor dan lain sebagainya. Berdasarkan komposisi makro sampah kota terdiri dari : biomasa 58.3%, kertas 9.7%, plastik 22.9%, bahan tak terbakar 4.8% dan lainnya 4.7%.
teknologi pengomposan merupakan teknologi alami yang dapat dipercepat dengan menggunakan peranan mikrobia. Teknologi ini cukup ramah lingkungan serta mempunyai daya guna dalam meningkatkan kesuburan tanah, namun dipeerlukan areal yang luas dan jauh dari penduduk sekitar, juga untuk volume yang sangat besar sulit tertangani, sehingga menimbulkan cemaran bau. Teknologi pembakaran, cukup efisien untuk sampah kering, untuk sampah basah akan menghasilkjan asap tebal dan waktu pembakaran yang lama, sehingga menimbulkan cemaran asap yang cukup mengganggu kesehatan. Teknologi incenerator cukup baik dan efisien, namun kapasitasnya terbatas. Sehingga timbunan sampah juga akan mengganggu dan menghasilkan cemaran bau.
Inovasi teknologi asap cair, dengan teknologi pirolisa lambat, cepat, maupun gasifikasi dilengkapi dengan teknologi kondensasi sehingga asap yang dihasilkan tidak dibuang di udara bebas namun dikondensasi atau didinginkan akan menghasilkan asap cair. Hasil sampuing dari teknologi asap cair ini berupa arang yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yang tanpa asap cukup efisien dan sebagai bahan baku arang aktif dan filler yang berdya guna tinggi. Asap cair yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku industri non pangan seperti phenol glue, fuel enhancher, insektisida dan pestisida, serta diproses lagi menjadi minyak bakar yang dapat juga untuk menggerakkan turbin penghasdil listrik. Diluar negeri teknologi pembuat minyak bakar dari asap cair atau bio-oil hasil pirolisisa telah dikembangkan. Penanganan sampah terpadu perlu dilakukan, teknologi asap cair juga merupakan salah satu upaya dalam penangan sampah terpadu. Dengan keterpaduan berbagai disiplin ilmu diyakini akan menghasilkan solusi penanganan sampah yang efektif dan bernilai tambah tinggi serta ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
- Adi Pazman, (2009). Asap Cair Kayu Karet dan Aplikasinya Untuk Perbaikan warna dan Pengawetan Kayu Karet. Thesis S-2 Teknologi Hasil Perkebunan, 2009.
- Adi Sucipoto, (2007). Penanganan Sampah Regional Terpadu Butuh Waktu 20 Tahun. Kompas Cyber Media, 30 Januari 2007.
- Barylko-Pikeilna N., (1979). Contribution of Smoke Compound to sensory, bacteriostatic and antioxidative effect in smoked food. Pure and Appl. Chem. 49(11)1667-1671
- Boateng, A. A.; Hicks, K, B,; Vogel, K, P., (2006). Pyrolysis of switchgrass harvested at several stages of maturity. J. Anal. Appl. Pyrolysis, 55-64
- Boateng, A. A.;Daugaard, D. E.; Goldberg, N. M.; Hicks, K. B., (2007) Bench-Scale Fluidized-Bed Pyrolysis of Switchgrass for Bio-oil Production. Ind. Eng. Chem. Res., 46, 1891 - 1897.
- Boateng, A. A., (2007). Characterization and Thermal Conversion of Charcoal Derived from Fluidized-Bed Fast Pyrolysis Oil Production of Switchgrass. Ind. Eng. Chem. Res. 2007, 46, 8857 - 8862.
- Boateng, A. A.,. Mullen, C.A., Goldberg, N., and Hicks, K. B. (2008). Production of Bio-oil from Alfalfa Stems by Fluidized-Bed Fast Pyrolysis. Ind. Eng. Chem. Res., 47 (12), pp 4115-4122.
- Darmadji, P. (1996). Kadar Benzopyrene produk-produk asapan tradisional. Proceeding Seminar Nasional Makanan Tradisional. Hotel Jayakarta, Yogyakarta, 1996.
- Darmadji, P. (1996). Aktivitas antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam limbah pertanian. Agritech 16 (4) : 19-22
- Darmadji, P.m, Sri Rahardjo dan Hariyadi (1998, 21999). Production of liquid smoke from Hevea rubber wood for better preservative qualities of rubber product. 1st and 2nd Year Research Report Project URGE, World Bank.
- Darmadji, P. dan Suhardi. (1998). Produksi karet sheet dengan menggunakan asap cair sebagai koagulannya. Prosiding Seminar Nasional PATPI p188
Komentar
Posting Komentar