ENERGI BIOMASSA
Telah sejak
lama, kita mendengar bahwa persediaan bahan bakar minyak di Bumi ini mulai
menipis. Ada banyak perkiraan oleh pakar bahwa tahun sekian pasokan bahan bakar
minyak akan benar-benar habis. Sementara untuk memperbarui minyak yang
terkandung di Bumi, juga bukan hal mudah dan instan. Sehingga, mau tidak mau,
manusia dipaksa untuk terus menemukan energi alternatif sebagai pengganti dari
bahan bakar minyak. Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah
energi biomassa.
Disadari
atau tidak, sejak zaman dulu manusia telah menggunakan biomassa sebagai sumber
energi. Contohnya adalah penggunaan kayu bakar untuk menyalakan api unggun.
Kayu bakar merupakan bahan biologis yang terdapat di alam dan dapat
dimanfaatkan langsung sebagai sumber energi tanpa perlu diolah terlebih
dahulu. Namun sejak ditemukannya bahan bakar fosil,
penggunaan biomassa mulai terlupakan. Minyak bumi, gas bumi, dan batubara lebih
dipilih sebagai sumber energi dalam kehidupan di masyarakat.
Sejumlah isu
akan terjadinya krisis energi yang mengancam kelangsungan hidup manusia
memerlukan klarifikasi dalam rangka memahami potensi biomass sebagai sumber
energi yang berkesinambungan: mengenai sumber daya dan ketersediaannya, aspek
logistik, biaya-biaya rantai bahan bakar, dan dampaknya terhadap lingkungan.
Para ilmuwan
memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras habis.
Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di
antaranya penggunaan biomassa. Di sisi lain juga timbul pertanyaan berapa
kuantitas residu yang dapat digunakan dari suatu sumber biomassa, dimana dan
bagaimana harus dikembangkan, apa dan bagaimana kebutuhan infrastruktur harus
dipenuhi, kesemuanya memerlukan pertimbangan yang seksama. Makalah singkat ini
akan memaparkan potensi pengembangan biomassa sebagai bahan substitusi minyak
bumi (energi fosil) dan kontribusinya kepada pengurangan emisi CO2 di
Indonesia. Khususnya sebagai sumber energi bagi pembangkit tenaga biomasa
(PLTBM).
. Sumber-sumber Energi Biomassa
Sejumlah
pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan
merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil.
Apa yang
sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi, biomassa merujuk
pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan
sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya
biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai
biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan
untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi
limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak
mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi
zat seperti batu bara atau minyak bumi. Biomassa biasanya diukur dengan berat
kering.
Sumber lain menyebutkan biomassa adalah bahan
organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun
buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput,
ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah perkotaan, tinja dan kotoran
ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak,
miyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai
sumber energi (bahan bakar). Umum yang digunakan sebagai bahan bakar adalah
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa
kelebihan antara lain merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable)
sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable).
Di Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan
menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.
Potensi Biomassa di Indonesia
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan
sebagai sumber energi jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan
maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan
perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk
keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan
bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi
energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,
penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada
memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah
karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal,
khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber
energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit,
jarak, kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago
merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan
pembuatan bioethanol.
Potensi
biomassa yang besar di negara, hingga mencapai 49.81 GW tidak sebanding dengan
kapasitas terpasang sebesar 302.4 MW. Bila kita maksimalkan potensi yang ada
dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan membantu bahan bakar
fosil yang selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan energi. Hal ini akan
membantu perekonomian yang selama ini menjadi boros akibat dari anggaran
subsidi bahan bakar minyak yang jumlahnya melebihi anggaran sektor lainnya.
Energi biomassa menjadi penting bila dibandingkan
dengan energi terbaharukan karena proses konversi menjadi energi listrik
memiliki investasi yang lebih murah bila di bandingkan dengan jenis sumber
energi terbaharukan lainnya. Hal inilah yang menjadi kelebihan biomassa
dibandingkan dengan energi lainnya. Proses energi biomassa sendiri memanfaatkan
energi matahari untuk merubah energi panas menjadi karbohidrat melalui proses
fotosintesis yang selanjutnya diubah kembali menjadi energi panas.
Political
Will
Semua
potensi tersebut tidak bernilai tanpa adanya dukungan dan political will dari
pemerintah serta masyarakat luas. Pembentukan tim nasional pengembangan bahan
bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan blue print dan road map bidang energi
untuk mewujudkan pengembangan BBN merupakan langkah yang strategis sehingga
dapat dicapai kemandirian energi melalui pengembangan biomassa. Peran serta
masyarakat akan sangat membantu dalam pengimplemetasian pengembangan tanaman
penghasil bioenergi, sehingga pada akhirnya bangsa ini mampu keluar dari krisis
energi dengan pasokan energi bahan bakar nabati yang berkelanjutan.
Konversi
Biomassa
Penggunaan
biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana sebenarnya telah dilakukan
oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu. Penerapannya masih sangat
sederhana, biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Di zaman modern
sekarang ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi energi listrik
melali turbin dan generator. Panas hasil pembakaran biomassa
akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer kedalam turbin
sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator. Putaran dari
turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam generator.
Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada
penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk
meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar, dijelaskan pada Gambar 4. Teknologi konversi biomassa tentu saja
membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi
biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Dari gambar di atas secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan
bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi
termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan
teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat
langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi
merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya
reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi
merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam
menghasilkan bahan bakar.
Beberapa penerapan teknologi
konversi biomassa yaitu :
a. Biobriket
Briket adalah salah satu cara
yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa ke bentuk biomassa
lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket
yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa
di bikin briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji,
serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak
terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit. Di IPB terdapat
banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang manual, semi mekanis,
dan yang memakai mesin.
b. Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian
biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu yang lebih dari
150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses,
yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder.
Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada
bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi
atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa
pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2dihindari
pada proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran Proses ini sebenarnya bagian dari
proses karbonisasi yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi
sebagian menyebut pada proses pirolisis merupakan high temperature
carbonization (HTC), lebih dari 500 oC. Proses pirolisis menghasilkan
produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa campuran tar
dan beberapa zat lainnya. Produk lainn adalah gas berupa karbon dioksida (CO2),
metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil
c. Liquification
Liquification merupakan proses
perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi, biasanya melalui
pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga
dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk
memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi
pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan
memudahkan dalam pemanfaatan.
d. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup
alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol
e. Densifikasi
Praktek yang
mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah membentuk menjadi briket atau
pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan biomassa. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan densitas dan memudahkan penyimpanan dan
pengangkutan. Secara umum densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai
beberapa keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai
kalor per unit volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran dan
kualitas yang seragam.
f. Karbonisasi
Karbonisasi
merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang . pada
proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4,
H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang
tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair.
Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
g. Anaerobic digestion
Proses anaerobic
digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa
kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk
berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta
beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S.
Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion
kering dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan
biomassa dalam campuran air. pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa
25 – 30 % sedangkan untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang
dari 15 % (Sing dan Misra, 2005).
h. Gasifikasi
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat
didefinisikan sebagai proses konversibahan selulosa dalam
suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan
salah satu alternatif dalam rangka program penghematan dan diversifikasi
energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan
pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian
utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan)
menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi atau gasifier, (b) unit
pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
i. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan
cara proses biokimia.Contoh proses yang termasuk ke
dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic
digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan
organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses
biokimia. Adapun tahapan proses anaerobik digestion adalah diperlihatkan pada gambar.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat
difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan
tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu
menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air
yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti
bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar
etanol di atas 99.5%.
Dampak
Pemanfaatan Energi Biomassa
Semua jenis
energi di alam baik itu yang tak terbarukan maupun terbarukan pastinya tak
lepas dari dampak yang ditimbulkan. Begitu juga dengan energi biomassa tentu
mempunyai dampak baik itu dampak positif maupun negatif.
a) Dampak Positif
Ada banyak sumber energi alternatif
yang dapat dikembangkan. Biomassa pun bisa dijadikan salah satu alternatif yang
menjanjikan.Pemanfaatan energi biomassa sebagai sumber energi khususnya sebagai
bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan atau dampak positif,
antara lain:
1. Merupakan sumber energi paling murah
karena jumlahnya melimpah tersedia di alam bisa dikatakan gratis
2. Dapat diperoleh dengan mudah
misalnya sampah atau limbah disekitar kita
3. Biaya operasional sangat rendah, hal
ini karena bahan baku tersedia melimpah dan gratis
4. Tidak mengenal problem limbah karena
dari limbah justru akan diperoleh energy biomassa
5. Proses produksinya lebih ramah
lingkungan karena proses pembakarannya lebih sempurna, tidak meninggalkan
residu atau sisa pembakaran semisal co2.
6. Tidak menyebabkan efek rumah kaca
atau global warming
7. Tidak terpengaruh kenaikkan harga
bahan bakar (Jarass,1980).
8. Mengurangi polusi
udara; pembakaran biomassa dari limbah pertanian dilakukan di dalam ruang
bakar menggunakan boiler untuk mengurangi efek polusi asap karena pembakaran
dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap,
sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung.
9. Mengurangi hujan asam dan kabut asap; Melalui
pembakaran biomassa efek hujan asam ini akan direduksi, karena pembakaran
biomassa akan menghasilkan partikel emisi asam sulfur (SO2) dan
nitrogen oksida (NOx) yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bahan
bakar fosil. Pembakaran biomasa lebih efisien dan sempurna bila diproses
melalui karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari
volatile matter atau gas mudah terbakar.
b) Dampak Negatif
1. Ekonomi
Dari segi ekonomi terutama biomassa
yang diperoleh dari bahan baku pangan semisal gandum, tebu dan jagung akan
memberikan dampak samping salah satunya naiknya harga bahan baku pangan.
Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat
subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann: “Ini memicu
persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa.
Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar
daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan
gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak
lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima
tahun terakhir.“
Di Jerman, 100 kilogram gandum
menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual
sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara
muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman
untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi
untuk menutup kebutuhan pangan dunia.
2. Lingkungan
Dampak lain penanaman produk
pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre Baumann yang
menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi
tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal: “Biomassa sudah digunakan
selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau
pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan
di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi
sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit
dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak
lagi tertutup.“ Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut
Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim
Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat
diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak.
Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang
tidak terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan
tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut.
Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan karbondioksida
dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah
salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
Kendala
Penghambat Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Di indonesia
ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi biomassa khususnya
untuk produksi energi listrik, seperti:
1. Harga jual energi fosil, misal;
minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai
perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di
Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.
2. Rekayasa dan teknologi pembuatan
sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi
masih harus mengimport dari luar negeri.
3. Biaya investasi pembangunan yang
tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
4. Belum tersedianya data potensi
sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang
dilkakukan.
5. Secara ekonomis belum dapat bersaing
dengan pemakaian energi fosil.
6. Kontinuitas penyediaan energi
listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi
alam yang perubahannya tidak tentu.
Strategi
Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Berdasar
atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan
peran energi biomassa khususnya pada produksi energi listrik, maka beberapa
strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan studi dan
penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi
sumber daya energi biomassa secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan
spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai
dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan
spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan
energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan
energi biomassa tersebut.
2. Menekan biaya investasi dengan
menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan
agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak
semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini
akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
3. Memasyarakatkan pemanfaatan energi
terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang
kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek
percontohan
4. Meningkatkan promosi yang berkaitan
dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5. Memberi prioritas pembangunan pada
daerah yang memiliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6. Memberikan subsidi silang guna meringankan beban
finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh
konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu
tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi
pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Energi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan energi
yang berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian, pengembangannya harus
dirancang sedemikian rupa sehingga berefek positif terhadap pembangunan sosial
ekonomi masyarakat dan di pihak lain juga tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan. Semua teknologi konversi biomassa menjadi energi bisa diterapkan di
Indonesia, dengan pengembangan disesuaikan dengan besaran supply biomassa,
teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan anggaran dan jenis produk yang
dibutuhkan pasar di masing-masing daerah. Alternatif teknologi konversi dalam
mengantisipasi kelangkaan BBM misalnya, akan lebih tepat bila teknologi
gasifikasi dan proses anaerobik yang diterapkan; selain lebih efisien,
produknya pun berupa bahan bakar gas yang dapat digunakan sebagai sumber panas,
listrik dan bahan bakar kendaraan. Peran serta masyarakat dan kebijakan
pemerintah yang komprehensif dan terintegrasi dengan sektor terkait juga perlu
dirancang guna merangsang iklim investasi yang kondusif dan kompetitif.
Pengembangan energi berbasis biomassa sebagai energi yang dapat diperbaharui
pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan bakar fosil dengan kuantitas
besar, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah CO2 yang diemisikan ke
atmosfir. Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca dalam jangka
panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tuntutan
mutlak bagi pengembangan energi biomassa. Dengan demikian struktur insentif
dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan perlu diciptakan secara kompetitif.
Komentar
Posting Komentar