PENGEMBANGAN MODEL RANCANG BANGUN ALAT DESTILASI ETHANOL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN BAGI MASYARAKAT
PENGEMBANGAN
MODEL RANCANG BANGUN ALAT DESTILASI
ETHANOL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN BAGI
MASYARAKAT
S.P. Abrina Anggraini
Program
Studi Teknik Kimia
Universitas Tribhuwana
Tunggadewi ; Jl. Telaga Warna Malang
ABSTRAK
Bioethanol
merupakan alternatif dalam mengatasi semakin menipisnya ketersediaan bahan
bakar yang tidak dapat diperbaharui, yang dapat memberikan dampak di segala
sektor kehidupan terutama bahan bakar sebagai kebutuhan rumah tangga bagi
masyarakat kalangan bawah. Bahan bakar minyak adalah bahan bakar fosil yang
tidak dapat diperbaharukan. Hal tersebut tentu menjadikan bahan bakar minyak
suatu saat akan mengalami devisit yang pada akhirnya akan habis sama sekali.
Dimana masyarakat bawah adalah konsumen terbanyak bahan bakar minyak untuk
kebutuhan rumah tangganya. Dalam hal ini bahan bakar minyak tanah. Akibatnya,
masyarakat sangat bergantung pada pemerintah untuk pengadaan bahan bakar.
Padahal semakin hari seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka
semakin tinggi kebutuhan bahan bakar untuk rumah tangga.
Penelitian
ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji alat destilasi ethanol yang
lebih efektif dan efisien bagi masyarakat dengan bahan baku yang mudah di dapat
yaitu gula sebagai ketahanan sosial masyarakat di bidang energi terhadap gejolak
sosial yang mungkin timbul karena krisis BBM di masa mendatang. Metode
pengembangan alat destilasi ini menggunakan penggabungan antara tiga model
destilasi yaitu model “pot” , model “kolom”, dan model “kolom dengan reflux”.
Penggabungan tiga model alat
destilasi berdasarkan survey dapat menghasilkan bioethanol dengan bahan baku
gula sebanyak 2,8 liter untuk masa fermentasi 11 – 20 hari dan 2,4 litter untuk
masa fermentasi 3 – 10 hari dalam waktu 1 jam. Secara keseluruhan hanya
diperlukan satu kali penyulingan dan bioethanolnya dapat menyala ketika disulut
api. Model tersebut juga sangat efisien
dimana kapasitasnnya 50 liter tersebut dibuat dengan biaya kurang dari Rp.
750.000,- dan 100 liter dengan biaya kurang dari Rp. 1.000.000,-
Kata
Kunci : gula, destilasi, bioethanol
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi belakangan ini telah
memberikan dampak yang sangat luas di berbagai sektor kehidupan. Fluktuasi
suplai dan harga minyak bumi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah
cadangan minyak yang ada di bumi semakin menipis. Karena minyak bumi adalah
bahan bakar yang tidak bisa diperbaharui maka kita harus mulai memikirkan bahan
penggantinya.
Meskipun pemerintah sudah mulai memberlakukan kebijakan konversi
minyak tanah ke gas, namun sering keberadaan gas mengalami kelangkaan di beberapa
daerah.
Penelitian tentang
bioetanol pada saat ini masih sangat jarang melibatkan masyarakat kalangan
bawah secara langsung. Dimana mereka adalah konsumen terbanyak bahan bakar minyak
untuk kebutuhan rumah tangga. Akibatnya, masyarakat sangat bergantung pada
pemerintah untuk pengadaan bahan bakar. Padahal semakin hari seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan bahan bakar
untuk rumah tangga. Sementara upaya pemerintah dan para ilmuwan belum
membuahkan hasil secara signifikan.
Menyikapi hal
tersebut, peneliti berupaya menciptakan suatu alat bantu bagi masyarakat untuk
mengembangkan sendiri bahan bakar minyak jika suatu saat terjadi
kelangkaan bahan bakar yang parah. Upaya
ini selain untuk memberdayakan masyarakat dalam hal pengadaan bahan bakar untuk
rumah tangga secara mandiri, juga untuk menciptakan alat ketahanan sosial
masyarakat bidang energi secara mandiri khususnya diaat krisis energi yang
parah yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Penelitian ini
memfokuskan pada penciptaan alat destilasi yang mudah, murah, berdaya guna dan
berhasil guna untuk membuat bahan bakar bioetanol. Ada dua hal yang menjadi
fokus utama dalam penelitian ini, yaitu: (1) membuat alat destilasi yang murah
dan mudah, (2) bahan baku yang tidak sulit didapat dan sederhana pengolahannya.
Beberapa model
alat destilasi etanol, yakni: model “pot”, model “kolom”, dan model “kolom
dengan reflux”. Destilasi model pot adalah alat destilasi yang memiliki
pengalir keluaran uap secara langsung di atas panci pemanasnya dan
langsung masuk pada penukar dingin (kondenser). Destilasi model kolom adalah
alat penyulingan yang memerlukan “menara” berbentuk silinder setelah keluar uap
dari panci pemanas sebelum masuk pada kondenser. Menara ini tingginya beragam,
namun rata-rata setinggi 3 - 4 meter dengan diameter umumnya 4 inchi atau
lebih. Guna kolom adalah menahan uap air yang terbawa bersama uap etanol. Destilasi
model kolom dengan reflux adalah alat penyulingan yang tersedia ruang atau alat
untuk mengembalikan uap air yang mencair setelah keluar dari kolom ke panci
pemanas sebelum masuk ke kondensor. Sementara uap etanol diteruskan ke kondensor.
Sementara untuk
bahan baku pembuatan bioetanol peneliti menetapkan gula sebagai bahan baku
utama. Dipilihnya gula karena bahan baku tersebut mudah dipasaran dan harganya
relatif murah. Terutama untuk yang berkualitas rendah. Gula misalnya, dapat
menggunakan gula karungan berkualitas rendah yang dijual di warung-warung.
Selain itu, air gula, hanya memerlukan bahan fermentasi satu jenis saja, yaitu Saccharomycess Cerevisiae (Ragi Tape)
yang mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional dan tidak memerlukan bahan fermentasi
lainnya seperti enzim alfaamylase dan
glucoamylase untuk singkong yang
sangat sulit didapatkan.
Teknologi
sederhana ini bisa diterapkan secara luas oleh masyarakat untuk membuat sendiri
bahan bakar guna memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga masyarakat tidak terlalu
bergantung akan minyak tanah dan tidak melakukan pengrusakan hutan dengan
menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar.
Pada destilasi terdapat dua model system operasi yaitu batch dan kontinyu, untuk sistem batch
umumnya digunakan dalam skala laboratorium dimana kapasitas yang digunakan
relatif kecil dibandingkan sistem kontinyu. Laju destilasi dengan metode batch
akan semakin menurun dengan semakin lamanya proses destilasi. Sedangkan destilasi
sistem kontinyu umumnya digunakan dalam skala industri dimana kapasitas relatif
lebih besar. Prinsip destilasi kontinyu yaitu dengan mengalirkan bahan masuk
dan bahan keluar secara kontinyu. (Sigit S.,2009).
Tujuan Penelitian
Mendesain, membuat, dan menguji alat destilasi bioetanol yang
terbuat dari aluminium sesuai dengan parameter yang diamati.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan model pembuatan alat destilasi etanol yang
efektif dan efisien bagi masyarakat dalam pembuatan bahan bakar bioetanol. Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan Trial and Error dengan merujuk model-model alat destilasi yang
sudah dikenal selama ini dengan merekayasa bentuk alat destilasi etanol agar
efektif dan efisien. Mengingat model alat destilasi yang ada selama ini begitu
mahal dan tidak mudah pengoperasiannya bagi masyarakat biasa/awam.
Pelaksanaan
penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap pembuatan
alat destilasi; (2) Tahap pengolahan bahan baku dengan fermentasi sederhana;
(3) Pengujian alat destilasi berorientasi hasil yaitu etanol minimal berkadar
sekitar 30% (setidaknya dapat menyala ketika disulut api).
Metode Pelaksanaan Kajian
Pendekatan pelaksanaan studi
merupakan kumpulan langkah-langkah yang dilakukan serta dipakai dalam
melaksanakan dan menyelesaikan kajian. Metode ini terdiri dari pengumpulan
data, analisis data, pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan.
Analisis Data
Informasi atau data dari literatur dan
internet diolah untuk merumuskan permasalahan-permasalahan yang ada mengenai
sumber energi alternatif yang merupakan dampak dari kelangkaan dan pengurangan
subsidi bahan bakar minyak terutama minyak tanah yang berimbas pada masyarakat.
Dengan menawarkan bioethanol sebagai energi alternatif tersebut untuk
dikembangkan di daerah pedesaan dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat
maka analisis dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji kelemahan-kelemahan yang
ada kemudian dianalisis juga relevansinya dengan penelitian-penelitian terbaru
dari internet. Hasil analisis ialah berupa konsep baru yang dianggap mampu
memberikan tingkat keberhasilan dan pemanfaatan yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pemecahan Masalah
Dari
analisis masalah yang ada, perlunya pencarian sumber energi alternatif yang
dapat mensubtitusi minyak tanah dengan sumber energi alternatif yang efektif
dan efisien.
Pemecahan masalah yang dapat dilakukan saat ini
adalah :
1.
Menemukan metode pengujian sistem operasi alat destilasi
yang efektif dan efisien.
2. Menemukan
teknologi sederhana yang aplikatif dan efektif dalam memproduksi bioethanol
untuk masyarakat bawah.
Dengan
mengatasi permasalahan lewat alternatif solusi tersebut diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan masyarakat dalam menggunakan minyak tanah dan beralih
pada bioethanol.
Metode
Pengujian
Pengujian data terdiri dari tiga metode yaitu metode sistem batch
tanpa refluks (BTR), metode batch dengan refluks (BR) dan metode
kontinyu dengan refluks (KR). Dari setiap metode pengujian menggunakan sampel
etanol yang sama yaitu etanol dengan konsentrasi etanol 30% serta pengembangan
rekayasa model-model alat destilasi yaitu pot, kolom, dan reflux untuk
mendapatkan alat destilasi yang lebih efektif dan efisien.
Pada tahap satu
yaitu tahap pembuatan alat destilasi, peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1) Pembuatan
alat destilasi dengan model-model yakni model pot, kolom, dan reflux yang sudah
ada, guna mencari kelemahan dari ketiga model tersebut.
2) Merekayasa
ketiga bentuk model yang sudah ada untuk mengembangkan model baru yang efektif
dan efisien. Dikatakan efektif bila : mudah pengoperasiannya, menghasilkan bioetanol
yang dapat langsung dapat menyala ketika disulut api. Dikatakan efisien bila
pembuatannya mudah dan murah.
Pada tahap dua yaitu tahap pengolahan
bahan baku bioetanol melalui fermentasi sederhana, peneliti melakukan:
1) Mempelajari
ketersediaan bahan baku yang mudah didapat dikalangan masyarakat.
2) Melakukan
pengujian bahan baku bioetanol dengan perbedaan masa fermentasi, yaitu 3-10
hari, 11-30 hari.
Pada tahap tiga yaitu pengujian alat destilasi
hasil pengembangan yang berorientasi hasil yaitu bioetanol minimal berkadar
sekitar 30% (setidaknya dapat menyala ketika disulut api). Dalam hal ini
peneliti melakukan:
1) Penetapkan
beberapa bentuk model alat destilasi hasil pengembangan yang akan di uji.
2) Melakukan
pengujian alat destilasi dengan menggunakan bahan baku hasil fermentasi dengan keseluruhan waktu fermentasi.
3) Pengujian alat destilasi etanol menggunakan tiga metode dengan
konsentrasi sampel yang sama. Tiga metode yang digunakan yaitu sistem batch tanpa
refluks (BTR), sistem batch dengan refluks (BR), dan sistem kontinyu
dengan refluks (KR). Konsentrasi yang digunakan dalam setiap metode yaitu
dengan konsentrasi etanol 30%.
Pengukuran konsentrasi etanol pada produk
atas dan produk bawah
Pengujian alat destilasi etanol bertujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari alat yang sudah dirancang dengan mengetahui konsentrasi
produk atas dan produk bawah. Metode yang digunakan untuk mengetahui
konsentrasi etanol yaitu dengan menggunakan alkoholmeter dan piknometer.
Alkoholmeter digunakan untuk mengetahui kadar etanol secara cepat (sebagai data
awal) sedangkan piknometer digunakan untuk mengecek kadar alkohol dengan
nilai akurasi lebih baik.
Prinsip pengukuran kedua alat ini yaitu berdasarkan densitas.
Pengukuran konsentrasi dengan piknometer memiliki nilai akurasi yang
lebih baik dengan persamaan di bawah ini.
Maq = mpic,aq - mpic,0
|
(1)
|
ππππ =
πππΟaq
|
(2)
|
mspl
= mpic,spl
– mpic,0
|
(3)
|
πππππ ππ= πππππ ππ
|
(4)
|
Perhitungan
energi yang terpakai per volume etanol murni
Proses pemurnian etanol dengan cara destilasi membutuhkan energi
sebagai sumber panasnya. Sumber energi yang digunakan di hitung dari banyaknya
air yang diuapkan untuk memanaskan etanol selama proses destilasi berlangsung.
Perhitungan jumlah energi yang digunakan adalah dengan mengalikan banyaknya
massa air yang hilang dikalikan dengan nilai kalor seperti pada persamaan di
bawah ini.
Q = mair x Ξh
|
(5)
|
Ξh
= hstm - hkond
|
(6)
|
Pengujian Alat Distilasi Etanol
Pengujian alat bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi
etanol yang telah dirancang. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis untuk
mengetahui tingkat keberhasilan kinerja alat tersebut. Pengujian alat dimulai
dengan pengujian pendahuluan yaitu dengan menguji distilator dengan sampel
etanol 30%.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari berbagai
uji coba dengan pendekatan Trial and
Error dari model pot, kolom, dan reflux. Diperoleh hasil model baru yaitu
gabungan dari ketiga model yang sudah ada, yaitu model pot dengan kolom
diatasnya sehingga uap yang mencair sebelum kondensor dapat langsung masuk ke
panci pemanas secara langsung dan etanol dapat segera dihasilkan dengan satu
kali penyulingan.
Hal tersebut
dapat terjadi karena panci yang berdiameter 38 cm dengan tinggi 40 cm yang
diatasnya terdapat kolom yang dibuat setinggi 2,5 meter dari pipa bekas
tersebut, dimana kolomnya terdiri dari 1,5 meter berdiameter 4 inch dan diisi
dengan batu koral untuk taman. Sedang 1 meter diatasnya berdiameter 3 inch
dengan output uap yang langsung masuk ke kondenser. Antara pipa besi 4 inch dan
3 inch tersebut, disambung dengan penghubung 4 inch ke 3 inch.
Dari hasil
pengujian alat destilasi dengan bahan baku gula serta perbedaan masa
fermentasi, diperoleh hasil bioetanol dengan perbedaan kuantitas, yaitu dari 6
Kg dengan campuran air 10 liter, diperoleh bioetanol 2,8 liter untuk masa
fermentasi 11-20 hari dan 2,4 liter untuk masa fermentasi 3–10 hari. Secara
keseluruhan hanya diperlukan satu kali penyulingan dan bioetanolnya dapat
menyala ketika disulut api.
Konsentrasi
Hasil Pengujian
Berikut ini data konsentrasi alkohol produk atas (etanol) pada pengujian
distilasi dengan tiga metode yang berbeda.
Gambar 1. Konsentrasi destilat
(top product) pada destilasi etanol
Destilasi dengan sampel etanol 30% dihasilkan destilat dengan
tingkat konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi destilat pada metode BTR.30
dan KR.30 adalah 92.5% sedangkan metode BR.30 adalah 97.65%. Metode BR.30
adalah metode batch dengan refluks dimana hasil destilatnya memiliki
tingkat konsentrasi paling tinggi dibandingkan dengan metode yang lain.
Konsentrasi destilat melebihi batas azeotropnya yaitu 95.6% (v/v).
Selain produk atas, produk bawah juga diukur konsentrasi alkohol
dengan menggunakan piknometer. Produk bawah adalah air dengan kandungan etanol
yang sangat kecil dan berupa air yang hampir murni. Tujuannya pengukuran kadar alkohol
pada produk atas dan produk bawah adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi
pada alat distilasi yang telah dirancang.
Hasil
rancang bangun alat destilasi bioethanol sederhana dengan menggunakan sumber
pemanas elektrik oleh Muhammad Makky
dkk (2009) menyatakan bahwa kadar bio ethanol yang didestilasi menggunakan
alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh kadar alkohol sebanyak 60%. Namun demikian, kapasitas
alat tersebut kurang memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam. Berikut
ini data konsentrasi produk bawah pada metode batch tanpa refluks dan
dengan refluks.
Gambar
2. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi
etanol
Kadar alkohol produk bawah pada metode BTR dengan sampel etanol 30%
adalah 6.47%, sedangkan metode BR didapatkan produk bawah dengan konsentrasi
adalah 8.09%. Pengukuran konsentrasi produk bawah destilasi metode KR yaitu
dengan menggunakan alkoholmeter sehingga diperoleh data konsentrasi destilat
yang kurang akurat. Konsentrasi pada metode
KR.30 2%. Meskipun demikian, data tersebut mampu mewakili data
konsentrasi produk bawah.
Definisi kadar alkohol atau
ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah “volume ethanol pada
temperatur 15 0C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan
ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol
Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5 0C dan kadarnya
95,5% pada temperatur 27,5 0C atau 96,2% pada temperatur 15 0C
(Wenten G, 2009).
Hasil konsentrasi pada pengujian dengan metode KR menghasilkan
produk bawah dengan konsentrasi paling kecil. Hal ini disebabkan panas yang
tersedia paling besar sehingga mampu memisahkan etanol dan air dalam etanol
sampel hampir seluruhnya. Dua pengujian yang lain yaitu metode BTR dan BR masih
memiliki produk bawah dengan konsentrasi cukup besar.
Kebutuhan panas untuk memurnikan etanol-air sehingga diperoleh
produk bawah yang hampir murni tergantung pada titik didih produk bawah yaitu
air. Suhu kolom bawah seharusnya mendekati titik didih air yaitu 100°C agar
kandungan etanol seluruhnya menguap dan hanya air yang terkandung dalam kolom
bawah. Pada pengujian sistem batch
suhu kolom bawah hanya mampu mencapai suhu 95°C sedangkan sistem kontinyu lebih
tinggi yaitu mencapai 97°C sehingga sistem kontiyu memiliki produk bawah dengan
konsentrasi alkohol paling rendah.
Gambar 3. Energi yang terpakai untuk destilasi
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa penggunaan energi terbesar
yaitu pada pengujian distilasi dengan metode BR.30 yaitu sebesar 23.21 kJ/ml
sedangkan energi terkecil yaitu sistem BTR.30 yaitu sebesar 16.91 kJ/ml. Secara
umum, penggunaan energi dalam destilasi per ml volume etanol murni pada sampel
etanol 30% membutuhkan energi lebih kecil karena volume distilat yang
dihasilkan lebih banyak sehingga jumlah energi tiap ml etanol distilat yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan sampel etanol 10%.
Dari pengujian dengan sampel berbeda, metode BTR lebih efisien dalam
penggunaan energi dibandingkan dengan metode BR. Hal ini disebabkan dengan
pemberian aliran refluks proses distilasi berlangsung lebih lama. Metode KR
yaitu distilasi kontinyu membutuhkan energi yang relatif lebih efisien
dibandingkan dengan metode BR. Metode kontinyu akan lebih efisien untuk
kapasitas yang lebih besar karena setiap prosesnya tidak dilakukan secara
berulang-ulang. Tetapi pada pengujian dengan sampel etanol 30% metode KR
membutuhkan energi lebih besar dibandingkan dengan metode BTR. Hal ini
disebabkan adanya penggunaan refluks untuk pengayaan uap sebagai produk atas.
KESIMPULAN
1. Pengujian dengan metode refluks menghasilkan distilat dengan
konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu pada
metode BR.30 sebesar 97.6%.
2. Hasil konsentrasi pada pengujian dengan metode KR menghasilkan
produk bawah dengan konsentrasi paling kecil yaitu sebesar 2% jika dibandingkan
dengan metode BTR dan BR yaitu sebesar 6,47% dan 8,09%.
3. Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada
pengujian dengan metode BTR.30, BR.30, dan KR.30 masing-masing adalah 16.91
kJ/ml, 23.21 kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.
4. Model
alat destilasi baru yang dikembangkan peneliti ternyata cukup efektif
menghasilkan bioetanol dengan cukup satu kali penyulingan tanpa menjaga suhu
dalam panci pemanas. Artinya dalam panci pemanas suhu boleh suhu 100ΒΊ C
(padahal titik didih etanol berkisar 78 ΒΊ C) dimana etanol dan air akan menguap
secara bersama. Kemudian uap air akan didinginkan oleh batuan koral taman yang
terdapat pada kolom tersebut akan masuk ke dalam panci pemanas, sementara uap
etanol akan diteruskan ke kondenser lalu dicairkan yang kemudian ditampung
dalam botol bio etanol. Hal ini tentu sangat membantu masyarakat awam dalam
kemudahan pengoperasiannya. Bahan baku gula 6 Kg dengan campuran air sebanyak
10 liter, diperoleh bioetanol 2,8 liter untuk masa fermentasi 11– 20 hari
dan 2,4
liter untuk masa fermentasi 3
– 10
hari. Model tersebut juga sangat efisien dimana kapasitasnnya 50 liter tersebut
dibuat dengan biaya kurang dari Rp. 750.000,- dan 100 liter dengan biaya kurang
dari Rp. 1.000.000,- .
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Gede
Wenten. 2009. Terowongan Pengatrol Kadar
Etanol. Teknologi Kimia Institut Teknologi Bandung.
(2)
Muhammad
Makky,
Novialdi,dan Dinah Cherie. 2009. Rancang Bangun Alat Destilasi Bioethanol
Berpendingin Air Menggunakan Sumber Pemanas Elektrik. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Andalas,
Padang
(3)
Sigit
Susilo.2009.Rancangan Dan Uji Kinerja
Alat Distilasi Etanol Dengan Metode Rektifikasi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Komentar
Posting Komentar